Minggu, 01 Juli 2012

Gambaran keadilan hukum di indonesia


    Setelah satu dekade reformasi hukum di negeri ini, nampaknya warna keadilan di Indonesia masih abu-abu. Tidak ada kejelasan merupakan gambaran yang tepat untuk menggambarkan hukum negeri ini. Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) mengadakan seminar terbuka bertajuk Staganasi Hukum di Indonesia yang diadakan di Setiabudi Building, Jakarta, Kamis (5/8). Dalam seminar tersebut, salah satu anggota HuMa Asep Yunan F menyoroti kinerja hukum di negara ini yang cenderung diam dan tidak bergerak.

   Menurutnya ada beberapa faktor utama yang menyebabkan stagnasi hukum di Indonesia. Diantaranya adalah yang menurutnya paling penting yaitu politik dan arah pembaruan hukum yang elitis karena agenda-agenda pembaharuan hukum sejatinya masih dikontrol oleh negara dan organisasi-organisasi internasional.
"Yang tidak kalah pentingnya adalah faktor kebobrokan mental para penegak hukum di negeri ini yang sarat korupsi dan melahirkan mafia-mafia hukum," ujar Asep.
 
   Selanjutnya adalah faktor kualitas legislasi nasional dan daerah yang rendah. "Produk legislasi di tingkat nasional oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bukan hanya tidak mampu memenuhi target produk undang-undang, tapi bermasalah pada sisi kualitas. DPR periode 2004-2009 hanya mampu memenuhi 68% dari target pembahasan RUU. Asep juga menambahkan faktor lain yakni Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki peran penting sebagai the Guardian of the Constitution lebih banyak dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok elite bangsa ini. Dan yang terakhir adalah ketidakmampuannya institusi-institusi hukum dan pemerintah di negeri ini menyelesaikan konflik yang melibatkan masyarakat banyak terutama masyarakat marginal atau miskin dengan cara memenuhi rasa keadilan rakyat. "Jika faktor penyebab stagnasi hukum ini tidak segera dicari jalan keluarnya, akan dengan segera berujung pada kematian negara hukum Indonesia," tutup Asep. (*/OL-2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar